Motor Listrik Masih Sepi Peminat: Apa Sebabnya?
Motor listrik Indonesia – Motor listrik di Indonesia hingga kini belum mendapat sambutan besar dari masyarakat. Jika dibandingkan dengan penjualan motor konvensional, perbedaannya cukup signifikan. Motor konvensional mencatat angka penjualan di atas 6 juta unit per tahun, sedangkan motor listrik hanya terjual belasan hingga puluhan ribu unit per tahun. Apa alasan di balik rendahnya minat terhadap motor listrik ini?
Penjualan Motor Listrik Masih Jauh dari Target
Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI), Hari Budianto, penjualan motor listrik di tahun ini diperkirakan mencapai 70 ribu unit. Angka tersebut masih sangat kecil dibandingkan dengan penjualan motor konvensional, yang selama Januari hingga Oktober 2024 sudah terjual sebanyak 5,4 juta unit.
“Tahun ini kemungkinan akan mencapai angka 70 ribuan. Memang jauh perbandingannya (dengan motor konvensional). Motor listrik terjual 6.000-an per bulannya,” ujar Hari.
Pemerintah sebenarnya menargetkan produksi motor listrik sebanyak dua juta unit pada tahun 2025. Namun, dengan angka penjualan yang masih rendah, target ini terasa sulit dicapai dalam waktu dekat.
Kendala Utama: Teknologi Baru dan Harga
Hari menjelaskan, motor listrik masih merupakan teknologi baru bagi masyarakat Indonesia. Diperlukan waktu agar masyarakat bisa menerima dan terbiasa dengan kendaraan ini. Salah satu faktor penghambat utama adalah harga.
“Memang ada insentif, tapi masyarakat Indonesia menggunakan motor agar bisa dipakai kapan saja dan ke mana saja. Motor adalah sarana mobilitas paling murah, khususnya untuk kegiatan ekonomi,” jelas Hari.
Motor konvensional, yang andal dan mudah digunakan, banyak digunakan oleh pekerja sektor formal maupun non-formal. Ketika beralih ke motor listrik, mereka dihadapkan pada tantangan baru, seperti mengisi ulang daya baterai yang dianggap tidak praktis.
Tantangan Infrastruktur dan Harga Baterai
Hari menyoroti kendala pengisian daya sebagai salah satu hambatan terbesar. Meski beberapa motor listrik sudah dilengkapi teknologi baterai swap, penerapannya masih terbatas di wilayah tertentu seperti Jakarta. Hal ini menjadi kendala bagi mereka yang sering melakukan perjalanan jarak jauh.
“Misalnya, orang mau bepergian ke Cikarang mungkin masih berani ya, beberapa motor pakai dua baterai dengan jarak tempuh kurang lebih 60 km. Tapi harga baterai itu masih mahal, mencapai 40% dari harga motor,” ujar Hari.
Apa yang Harus Dilakukan?
Untuk meningkatkan adopsi motor listrik, Hari menegaskan pentingnya penyelesaian berbagai tantangan, seperti pengembangan infrastruktur baterai swap dan penurunan biaya baterai.
“Hal seperti inilah yang harus diselesaikan oleh kita semua, supaya motor listrik bisa dipakai ke mana saja dan kapan saja,” jelas Hari.
Dengan teknologi yang terus berkembang dan insentif dari pemerintah, diharapkan motor listrik dapat menjadi alternatif yang lebih menarik bagi masyarakat di masa mendatang. Namun, untuk saat ini, jalan menuju adopsi yang lebih luas masih penuh tantangan.